BANJIR DAN ANCAMANNYA

Indonesia merupakan Negara yang terletak di khatulistiwa atau ekuator dengan dua musim setahun yaitu musim kemarau dan musim hujan. Menurut Lakitan (1991), berdasarkan klasifikasi iklim global, wilayah kepulauan Indonesia sebagian besar tergolong zona iklim tropika basah dan sisanya masuk zona iklim pegunungan atau trokina mansoon. Iklim tropika basah ditandai dengan besarnya curah hujan dalam setahun (antara 1000 mm - 2000 mm).

Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang relatif subur. Sebaliknya, kondisi itu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan. Seiring dengan berkembangnya waktu dan meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu meningkatnya jumlah kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi (banjir, tanah longsor dan kekeringan) yang terjadi secara silih berganti di banyak daerah di Indonesia (Bakornas PB, 2006).

Banjir merupakan kata yang populer di Indonesia, khususnya pada musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami bencana banjir. Dari beberapa fakta dan data yang ada, Indonesia telah mengalami banyak bencana banjir yang menyebabkan kerugian jiwa dan materi yang besar. Data bencana dari BAKORNAS PB menyebutkan bahwa antara tahun 2003-2005 telah terjadi 1.429 kejadian bencana, di mana bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang paling sering terjadi yaitu 53,3 persen dari total kejadian bencana di Indonesia. Dari total bencana hidrometeorologi, yang paling sering terjadi adalah banjir (34,1 persen dari total kejadian bencana di Indonesia) diikuti oleh tanah longsor (16 persen) dan pada tahun 2008 bencana banjir meningkat menjadi 38 persen. Banjir disertai tanah longsor melanda Sulawesi Selatan pada bulan Juni 2006 dengan korban lebih dari 200 orang meninggal dan puluhan orang dinyatakan hilang (data BAKORNAS PB, 23 Juni 2006). Kejadian banjir di Jawa timur pada tanggal 20 April 2007 mengakibatkan 7482 unit rumah, 37 unit tempat ibadah, 18 unit sekolah serta 4893,20 hektar persawahan terendam air (BPPT, 2007). Bencana banjir bandang juga terjadi baru ini di Wasior Papua Barat pada tanggal 4 Oktober 2010 dengan korban jiwa mencapai 164 orang dengan 121 lainnya dinyatakan hilang dan diperkirakan akan terus bertambah (TempoInteraktif.com 25/10, 2010) serta kerugian berdasarkan hasil perhitungan sementara Bappenas mencapai Rp. 277,9 milyar (Kompas.com 25/10, 2010).

Mengingat kejadian banjir mengakibatkan kerugian yang besar maka perlu diketahui bagaimana dan apa penyebab fenomena alam tersebut dapat terjadi serta ancaman kerusakan yang dapat ditimbulkan sehingga kita dapat lebih dini mengantisipasi pengaruh negatif yang ditimbulkan oleh banjir.

Definisi Banjir
Secara umum banjir adalah peristiwa dimana daratan yang biasanya kering (bukan daerah rawa) menjadi tergenang oleh air, hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan kondisi topografi wilayah berupa dataran rendah hingga cekung. Kodoatie dan Sugiyanto (2002) menyebutkan bahwa banjir terdiri atas dua peristiwa, pertama banjir terjadi di daerah yang tidak biasa terkena banjir, dan kedua banjir terjadi karena limpasan air dari sungai karena debitnya yang besar sehingga tidak mampu dialirkan oleh alur sungai.

Menurut Reed (1995), banjir adalah tertutupnya permukaan daratan teluk-teluk kecil yang biasanya kering atau ketika air menggenangi pembatas air yang normal. Apabila suatu peristiwa terendamnya air di suatu wilayah yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis maka banjir tersebut dapat disebut Bencana Banjir.

Banjir adalah aliran/genangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi atau bahkan menyebabkan kehilangan jiwa (Asdak, 2004). Aliran/genangan air ini dapat terjadi karena adanya luapan-luapan pada daerah di kanan atau kiri sungai akibat alur sungai tidak memiliki kapasitas yang cukup bagi debit aliran yang lewat (Sudjarwadi, 1987). Hal tersebut terjadi karena pada musim penghujan air hujan yang jatuh pada daerah tangkapan air (catchments area) tidak banyak yang dapat meresap ke dalam tanah melainkan lebih banyak melimpas sebagai debit air sungai. Jika debit sungai ini terlalu besar dan melebihi kapasitas tampung sungai, maka akan meyebabkan banjir.

Tipe Banjir
Menurut Reed (1995) bahwa banjir dapat di kelompok menjadi 3 yaitu banjir bandang, banjir sungai, dan banjir pantai.

  1. Banjir Bandang adalah banjir yang terjadi dalam waktu enam jam dari permukaan curah hujan yang tinggi, dan biasanya dikaitkan dengan memuncaknya gumpalan-gumpalan awan, badai guruh yang dasyat, siklon tropis atau lewat cuaca yang dingin. Tipe banjir memerlukan peringatan, dan respon yang cepat oleh masyarakat agar kerugian dapat dikurangi, biasanya disertai larinya tanah karena hujan lebat, arus kuat, sangat bahaya apalagi pada lereng-lereng yang terjal.
  2. Banjir sungai adalah banjir yang disebabkan oleh curah yang melanda daerah-daerah tangkapan yang luas atau melelehnya akumulasi salju musim dingin atau kadang-kadang oleh keduanya. Banjir terjadi pada sistem-sistem sungai dengan banyak anak sungai yang bisa mengeringkan daerah geografis yang luas dan mengelilingi kolam sungai independen dalam jumlah banyak, banjir sungai membesar secara perlahan-lahan, dan sering kali biasanya akan menjadi besar, dan banjir bersifat musiman dan bisa berlanjut sampai berhari-hari atau berminggu-minggu.
  3. Banjir pantai adalah banjir ada kaitannya dengan siklon tropis (Hurricane dan Topan). Banjir dahsyat yang merusak dari air hujan sering diperburuk oleh gelombang badai yang diakibatkan karena angin yang terjadi di sepanjang pantai.
Untuk negara tropis, berdasarkan sumber airnya, air yang berlebihan tersebut dapat dikategorikan dalam empat kategori (BAKORNAS PB, 2007):
  1. Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran sistem pengaliran air yang terdiri dari sistem sungai alamiah dan sistem drainase buatan manusia.
  2. Banjir yang disebabkan meningkatnya muka air di sungai sebagai akibat pasang laut maupun meningginya gelombang laut akibat badai.
  3. Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan manusia seperti bendungan, bendung, tanggul, dan bangunan pengendalian banjir.
  4. Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan aliran sungai akibat runtuhnya/longsornya tebing sungai. Ketika sumbatan/bendungan tidak dapat menahan tekanan air maka bendungan akan hancur, air sungai yang terbendung mengalir deras sebagai banjir bandang. Contoh kasus banjir bandang jenis ini terjadi pada banjir di Bohorok, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.
Faktor Penyebab Banjir

Banjir dapat disebabkan oleh curah hujan yang tinggi diatas normal, proses laut dan atmosfer seperti El Nino Osilasi Selatan (baca: ENSO) atau arus udara yang berkecepatan tinggi, gelombang-gelombang badai dari badai tropis, jebolnya bendungan, salju yang meleleh dengan cepat atau pipa-pipa air pecah (Reed, 1995).

Menurut Kodoatie dan Sugiyanto (2002), banjir dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah:

Secara umum penyebab terjadinya banjir di berbagai belahan dunia adalah (Smith et, al., 1998 dalam Asy’ari dan Nirmala, 2008):
  1. Keadaan iklim; seperti masa turun hujan yang terlalu lama, dan mengakibatkan banjir sungai. Banjir di daerah muara pantai umumnya disebabkan karena kombinasi dari kenaikan pasang surut, tinggi muka air laut dan besarnya ombak yang di asosiasikan dengan terjadinya gelombang badai yang hebat.
  2. Perubahan tata guna lahan dan kenaikan populasi; perubahan tataguna lahan dari pedesaan menjadi perkotaan sangat berpotensi menyebabkan banjir. Banyak lokasi yang menjadi subjek dari banjir terutama daerah muara. Perencanaan penaggulangan banjir merupkan usaha untuk menanggulangi banjir pada lokasilokasi industri, komersial dan pemukiman. Proses urbanisasi, kepadatan bangunan, kepadatan populasi memiliki efek pada kemampuan kapasitas drainase suatu daerah dan kemampuan tanah menyerap air, dan akhirnya menyebabkan naiknya volume limpasan permukaan. Meskipun luas area perkotaan lebih kecil dari 3% dari permukaan bumi, tapi sebaliknya efek dari urbanisasi pada proses terjadinya banjir sangat besar.
  3. Land subsidence; adalah proses penurunan level tanah dari elevasi sebelumnya. Ketika gelombang pasang datang dari laut melebihi aliran permukaan sungai, area land subsidence akan tergenangi.
Dibyosaputro (1984) mengatakan penyebab banjir dan lamanya genangan bukan hanya disebabkan oleh meluapnya air sungai, melainkan oleh kelebihan curah hujan dan fluktuasi muka air laut khususnya dataran aluvial pantai, unit-unit geomorfologi seperti daerah rawa, rawa belakang, dataran banjir, pertemuan sungai dengan dataran aluvial merupakan tempat-tempat yang rentan banjir.

Menurut Bakornas PB (2007) banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas normal, sehingga sistim pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta sistem saluran drainase dan kanal penampung banjir buatan yang ada tidak mampu menampung akumulasi air hujan tersebut sehingga meluap. Curah hujan yang tinggi dapat menimbulkan debit air sungai menjadi lebih besar dari kapasitas tampungnya sehingga terjadi limpasan dan genangan pada daerah dataran banjir (Nurhikmat, 1994). Kemampuan/daya tampung sistem pengaliran air dimaksud tidak selamanya sama, tetapi berubah akibat sedimentasi, penyempitan sungai akibat fenomena alam dan ulah manusia, tersumbat sampah serta hambatan lainnya. Penggundulan hutan di daerah tangkapan air hujan (catchment area) juga menyebabkan peningkatan debit banjir karena debit/pasokan air yang masuk ke dalam sistem aliran menjadi tinggi sehingga melampaui kapasitas pengaliran dan menjadi pemicu terjadinya erosi pada lahan curam yang menyebabkan terjadinya sedimentasi di sistem pengaliran air dan wadah air lainnya. Menurut Arsyad (2006), peranan tanaman penutup tanah menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air hujan dan mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan, sehingga mengurangi erosi dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah. Disamping itu berkurangnya daerah resapan air juga berkontribusi atas meningkatnya debit banjir. Pada daerah permukiman dimana telah padat dengan bangunan sehingga tingkat resapan air kedalam tanah berkurang, jika terjadi hujan dengan curah hujan yang tinggi sebagian besar air akan menjadi aliran air permukaan yang langsung masuk kedalam sistem pengaliran air sehingga kapasitasnya terlampaui dan mengakibatkan banjir (BAKORNAS PB, 2007).

Ancaman Bahaya Banjir

Pada umumnya banjir yang berupa genangan maupun banjir bandang bersifat merusak. Aliran arus air yang cepat dan bergolak (turbulent) meskipun tidak terlalu dalam dapat menghanyutkan manusia, hewan dan harta benda. Aliran air yang membawa material tanah yang halus akan mampu menyeret material yang lebih berat sehingga daya rusaknya akan semakin tinggi. Air banjir yang pekat ini akan mampu merusakan pondasi bangunan, pondasi jembatan dan lainnya yang dilewati sehingga menyebabkan kerusakan yang parah pada bangunan-bangunan tersebut, bahkan mampu merobohkan bangunan dan menghanyutkannya. Pada saat air banjir telah surut, material yang terbawa banjir akan diendapkan dan dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman, perumahan serta timbulnya wabah penyakit (BAKORNAS PB, 2007).

Banjir bandang (flash flood) biasanya terjadi pada aliran sungai yang kemiringan dasar sungainya curam. Aliran banjir yang tinggi dan sangat cepat, dapat mencapai ketinggian lebih dari 12 meter (banjir Bahorok, 2003) limpasannya dapat membawa batu besar/bongkahan dan pepohonan serta merusak/menghanyutkan apa saja yang dilewati namun cepat surut kembali. Banjir semacam ini dapat menyebabkan jatuhnya korban manusia (karena tidak sempat mengungsi) maupun kerugian harta benda yang besar dalam waktu yang singkat (BAKORNAS PB, 2007).

Kerugian akibat banjir pada umumnya relatif dan sulit diidentifikasi secara jelas, dimana terdiri dari kerugian banjir akibat banjir langsung, dan tak langsung:
  1. Kerugian akibat banjir langsung, merupakan kerugian fisik atau hanya rusaknya infrastruktur akibat banjir yang terjadi, diantaranya adalah hilangnya nyawa atau terluka, hilangnya harta benda, dan kerusakan di pemukiman (pedesaan dan perkotaan), kerusakan di wilyah perdagangan (pasar, toko, pusat-pusat perbelanjaan), kerusakan di daerah pertanian (padi maupun tanaman palawija), kerusakan daerah peternakan (sapi, kambing, kuda, ikan atau udang di kolam atau tambak), kerusakan jembatan, kerusakan sistem irigasi, Kerusakan sistem drainase, kerusakan sistem pengendalian banjir termasuk bangunannya, Kerusakan sistem air bersih, kerusakan sungai, kerusakan sistem kelistrikan, kerusakan komunikasi (telekomunikasi), kerusakan jalan raya, serta kerusakan alat transportasi.
  2. Sedangkan akibat banjir tak langsung: berupa kerugian dan kesulitan yang timbul secara tak langsung diakibatkan oleh banjir, seperti terputusnya komunikasi, terganggunya pendidikan, kesehatan, dan kegiatan bisnis, dsb. Trauma psikis akibat banjir (yang menimbulkan kerugian harta benda dan kehilangan anggota keluarga).
Bencana banjir mengakibatkan kerugian berupa korban manusia dan harta benda, baik milik perorangan maupun milik umum yang dapat mengganggu dan bahkan melumpuhkan kegiatan sosial-ekonomi penduduk. Uraian rinci tentang korban manusia dan kerusakan pada harta benda dan prasarana umum diuraikan sebagai berikut (BAKORNAS PB, 2007):

1). Manusia
  • Jumlah penduduk yang meninggal dunia.
  • Jumlah penduduk yang hilang.
  • Jumlah penduduk yang luka‐luka.
  • Jumlah penduduk yang mengungsi.
2). Prasarana Umum
  • Prasarana transportasi yang tergenang, rusak dan hanyut, diantaranya: jalan, jembatan dan bangunan lainnya; jalan KA, stasiun KA, terminal bus, jalan akses dan kompleks pelabuhan.
  • Fasilitas sosial yang tergenang, rusak dan hanyut diantaranya: sekolah, rumah ibadah, pasar, gedung pertemuan, Puskemas, Rumah Sakit, Kantor Pos, dan fasilitas sosial lainnya.
  • Fasilitas pemerintahan, industri‐jasa, dan fasilitas strategis lainnya: kantor instansi pemerintah, kompleks industri, kompleks perdagangan, instalasi listrik, pembangkit listrik, jaringan distribusi gas, instalasi telekomunikasi yang tergenang, rusak dan hanyut serta dampaknya, misal berapa lama fasilitas‐fasilitas terganggu sehingga tidak dapat memberikan layanannya.
  • Prasarana pertanian dan perikanan: sawah beririgasi dan sawah tadah hujan yang tergenang dan puso (penurunan atau kehilangan produksi), tambak, perkebunan, ladang, gudang pangan dan peralatan pertanian dan perikanan yang tergenang (tergenang lebih dari tiga hari dikategorikan rusak) dan rusak (terjadi penurunan atau kehilangan produksi) karena banjir.
  • Prasarana pengairan: bendungan, bendung, tanggul, jaringan irigasi, jaringan drainase, pintu air, stasion pompa, dan sebagainya.
3). Harta Benda Perorangan
  • Rumah tinggal yang tergenang, rusak dan hanyut.
  • Harta benda (aset) diantaranya modal-barang produksi dan perdagangan, mobil, perabotan rumah tangga, dan lainnya yang tergenang, rusak dan hilang.
  • Sarana pertanian, peternakan, perikanan: peternakan unggas, peternak hewan berkaki empat, dan ternaknya yang mati dan hilang. Perahu, dermaga dan sarana perikanan yang rusak dan hilang.
    Selengkapnya...


  • Share/Bookmark

    EARTH - The Power of The Planet

    Beberapa minggu yang lalu, saya dan teman-teman di kelas menonton film EARTH - The Power of Planet sebagai tambahan kuliah. Film ini dibuat pada tahun 2007 oleh BBC yang menceritakan tentang kekuatan yang ada di bumi melalui presenter Iain Stewart seorang pakar geologi, film ini sungguh spektakuler dengan gambar yang tajam dan memukau.

    Sayangnya, saya hanya sempat menonton 2 episode. Film ini terdiri dari 5 episode yaitu:


    1. Volcano
    2. Atmosphere
    3. Ice
    4. Oceans
    5. Rare Earth


    Setelah menonton film tersebut, saya mencoba membuat kesimpulan sederhana untuk 2 episode (volcano dan atmosphere).

    Episode - Volcano
    • Gunung berapi yang biasanya dilihat sebagai destruktif, ternyata juga sebagai konstruktif. Keberadaan gunung berapi yang sewaktu-waktu dapat mengancam kehidupan manusia melalui semburan lava panas yang dapat melelehkan apa saja yang dilaluinya, ternyata dahulu semenjak terbentuknya bumi merupakan bagian komponen alam yang turut berperan dalam menjaga bumi sampai sekarang. Lava panas yang dimuntahkan gunung berapi mengindikasikan adanya sumber panas dari dalam inti bumi. Sumber panas inilah yang menggerakkan lempeng bumi dan membentuk bentang lahan yang kompleks (dataran/pegunungan) serta memproduksi gunung berapi. Suhu dingin ekstrim yang dahulu memerangkap bumi pada akhirnya menghangat akibat awan panas tebal yang mengandung karbondioksida (CO2) yang sangat tinggi (cikal bakal lapisan pelindung bumi atau disebut atmosfer) berasal dari letusan gunung berapi. Sehingga dari proses ini menciptakan suatu kehidupan yang dapat bertahan dan berevolusi. Tanpa itu Bumi akan menjadi planet mati jutaan tahun yang lalu.
    • Gunung berapi menghasilkan keseimbangan sebagai siklus kehidupan di bumi. Apa yang telah dihasilkan gunung berapi diantaranya awan panas (yang menghasilkan karbondioksida) merupakan sesuatu yang juga dibutuhkan oleh komponen alam lainnya di bumi ini pada awal kehidupan proses penyempurnaan bumi sampai sekarang. Karbondioksida yang dilepaskan ke atmosfer ternyata digunakan oleh kehidupan mikroorganisme untuk memproduksi oksigen kemudian memerangkapnya menjadi sebuah endapan yang kemudian nantinya dikeluarkan kembali oleh gunung berapi. Aktivitas ini berulang terus-menerus (membentuk siklus) sehingga menciptakan suhu bumi yang tepat bagi kehidupan.
    • Selain itu lempeng tektonik yang terus menerus bergerak berpotensi untuk meninggikan daratan secara perlahan dan tak beraturan, namun proses alam lainnya tak membiarkan hal ini terjadi. Air yang merupakan salah satu komponen kehidupan (tenaga eksogen) melalui peristiwa erosi (pengikisan material daratan) sebagai penyeimbang proses alam tersebut. Pengikisan batuan atau tanah oleh air secara perlahan juga akan membuat suatu peristiwa lain ketika pembentukan topografi tidak terjadi yang disebabkan oleh pergerakan lempeng (tenaga endogen). Ternyata bumi dalam keseimbangan.

    Episode - Atmosphere
    • Atmosfer adalah pelindung bumi dan sumber segala cuaca yang tanpanya tanah akan kering, kutub jauh lebih dingin, dan daerah tropis panas terbakar. Melindungi kita dari radiasi yang mematikan. Dan juga sumber energi kita (oksigen) dan tanpa itu kehidupan di Bumi tidak akan pernah bertahan dan berevolusi.
    • Atmosfer yang kita kenali, selain melindungi juga mengancam dan melahirkan bencana bagi kehidupan di bumi. Namun hal tersebut merupakan proses keseimbangan kehidupan.
    • Atmosfer sebagai sumber udara (gas) yang dibutuhkan oleh kehidupan. Atmosfer menciptakan suhu yang tepat dan mengaturnya, menjaga suasana bumi penuh oksigen dan menghentikan samudera menghilang ke ruang angkasa, sehingga bumi bisa dihuni. Yang terpenting adalah bagaimana manusia mengontrol cuaca dan iklim di dunia. Sehingga gas-gas yang terdapat di atmosfer tidak berlebihan dan tidak berkurang atau melampaui ambang batasnya.
    Bagi anda yang penasaran dengan film tersebut, sinopsis film EARTH - The Power of The Planet dapat dilihat disini dan jika ingin mendownload filmnya bisa di sini. Tapi ada baiknya membeli dvd aslinya..
    Selengkapnya...


    Share/Bookmark

    Undang-Undang, Peraturan, Pedoman

    Undang-Undang

    UU No.5 Tahun 1960 Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

    UU No.5 Tahun 1967 Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan

    UU No.11 Tahun 1967 Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan

    UU No.11 Tahun 1974 Pengairan

    UU No.20 Tahun 1982 Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara RI

    UU No.5 Tahun 1984 Perindustrian

    UU No.9 Tahun 1985 Perikanan

    UU No.5 Tahun 1990 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

    UU No.4 Tahun 1992 Perumahan dan Permukiman

    UU No.6 Tahun 1996 Perairan Indonesia

    UU No.23 Tahun 1997 Pengelolaan Lingkungan Hidup

    UU No.41 Tahun 1999 Kehutanan

    UU No.3 Tahun 2002 Pertanahan negara

    UU No.7 Tahun 2004 Sumber Daya Air

    UU No.25 Tahun 2004 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

    UU No.38 Tahun 2004 Jalan

    UU No.26 Tahun 2007 Penataan Ruang

    UU No.24 Tahun 2007 Penanggulangan Bencana

    UU No.18 Tahun 2008 Pengelolaan Sampah

    Peraturan


    Permen PU No. 39 / PRT Tahun 1989 Pembagian wilayah sungai

    Permen PU No. 49 / PRT Tahun 1990 Tata cara dan persyaratan ijin penggunaan air dan atau sumber air

    Permen PU No. 48 / PRT Tahun 1990 Pengelolaan atas air dan atau sumber air pada wilayah sungai

    Permen PU No. 45 / PRT Tahun 1990 Pengendalian mutu air pada sumber – sumber air

    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA

    Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana

    Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyiapan Sarana Dan Prasarana dalam Penanggulangan Bencana

    PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 17 TAHUN PEDOMAN PENENTUAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN HIDUP DALAM PENATAAN RUANG WILAYAH

    Selengkapnya...


    Share/Bookmark