Indonesia merupakan Negara yang terletak di khatulistiwa atau ekuator dengan dua musim setahun yaitu musim kemarau dan musim hujan. Menurut Lakitan (1991), berdasarkan klasifikasi iklim global, wilayah kepulauan Indonesia sebagian besar tergolong zona iklim tropika basah dan sisanya masuk zona iklim pegunungan atau trokina mansoon. Iklim tropika basah ditandai dengan besarnya curah hujan dalam setahun (antara 1000 mm - 2000 mm).
Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang relatif subur. Sebaliknya, kondisi itu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan. Seiring dengan berkembangnya waktu dan meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu meningkatnya jumlah kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi (banjir, tanah longsor dan kekeringan) yang terjadi secara silih berganti di banyak daerah di Indonesia (Bakornas PB, 2006).
Banjir merupakan kata yang populer di Indonesia, khususnya pada musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami bencana banjir. Dari beberapa fakta dan data yang ada, Indonesia telah mengalami banyak bencana banjir yang menyebabkan kerugian jiwa dan materi yang besar. Data bencana dari BAKORNAS PB menyebutkan bahwa antara tahun 2003-2005 telah terjadi 1.429 kejadian bencana, di mana bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang paling sering terjadi yaitu 53,3 persen dari total kejadian bencana di Indonesia. Dari total bencana hidrometeorologi, yang paling sering terjadi adalah banjir (34,1 persen dari total kejadian bencana di Indonesia) diikuti oleh tanah longsor (16 persen) dan pada tahun 2008 bencana banjir meningkat menjadi 38 persen. Banjir disertai tanah longsor melanda Sulawesi Selatan pada bulan Juni 2006 dengan korban lebih dari 200 orang meninggal dan puluhan orang dinyatakan hilang (data BAKORNAS PB, 23 Juni 2006). Kejadian banjir di Jawa timur pada tanggal 20 April 2007 mengakibatkan 7482 unit rumah, 37 unit tempat ibadah, 18 unit sekolah serta 4893,20 hektar persawahan terendam air (BPPT, 2007). Bencana banjir bandang juga terjadi baru ini di Wasior Papua Barat pada tanggal 4 Oktober 2010 dengan korban jiwa mencapai 164 orang dengan 121 lainnya dinyatakan hilang dan diperkirakan akan terus bertambah (TempoInteraktif.com 25/10, 2010) serta kerugian berdasarkan hasil perhitungan sementara Bappenas mencapai Rp. 277,9 milyar (Kompas.com 25/10, 2010).
Mengingat kejadian banjir mengakibatkan kerugian yang besar maka perlu diketahui bagaimana dan apa penyebab fenomena alam tersebut dapat terjadi serta ancaman kerusakan yang dapat ditimbulkan sehingga kita dapat lebih dini mengantisipasi pengaruh negatif yang ditimbulkan oleh banjir.
Definisi Banjir
Secara umum banjir adalah peristiwa dimana daratan yang biasanya kering (bukan daerah rawa) menjadi tergenang oleh air, hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan kondisi topografi wilayah berupa dataran rendah hingga cekung. Kodoatie dan Sugiyanto (2002) menyebutkan bahwa banjir terdiri atas dua peristiwa, pertama banjir terjadi di daerah yang tidak biasa terkena banjir, dan kedua banjir terjadi karena limpasan air dari sungai karena debitnya yang besar sehingga tidak mampu dialirkan oleh alur sungai.
Menurut Reed (1995), banjir adalah tertutupnya permukaan daratan teluk-teluk kecil yang biasanya kering atau ketika air menggenangi pembatas air yang normal. Apabila suatu peristiwa terendamnya air di suatu wilayah yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis maka banjir tersebut dapat disebut Bencana Banjir.
Banjir adalah aliran/genangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi atau bahkan menyebabkan kehilangan jiwa (Asdak, 2004). Aliran/genangan air ini dapat terjadi karena adanya luapan-luapan pada daerah di kanan atau kiri sungai akibat alur sungai tidak memiliki kapasitas yang cukup bagi debit aliran yang lewat (Sudjarwadi, 1987). Hal tersebut terjadi karena pada musim penghujan air hujan yang jatuh pada daerah tangkapan air (catchments area) tidak banyak yang dapat meresap ke dalam tanah melainkan lebih banyak melimpas sebagai debit air sungai. Jika debit sungai ini terlalu besar dan melebihi kapasitas tampung sungai, maka akan meyebabkan banjir.
Tipe Banjir
Menurut Reed (1995) bahwa banjir dapat di kelompok menjadi 3 yaitu banjir bandang, banjir sungai, dan banjir pantai.
Faktor Penyebab Banjir
Banjir dapat disebabkan oleh curah hujan yang tinggi diatas normal, proses laut dan atmosfer seperti El Nino Osilasi Selatan (baca: ENSO) atau arus udara yang berkecepatan tinggi, gelombang-gelombang badai dari badai tropis, jebolnya bendungan, salju yang meleleh dengan cepat atau pipa-pipa air pecah (Reed, 1995).
Menurut Kodoatie dan Sugiyanto (2002), banjir dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah:
Secara umum penyebab terjadinya banjir di berbagai belahan dunia adalah (Smith et, al., 1998 dalam Asy’ari dan Nirmala, 2008):
Dibyosaputro (1984) mengatakan penyebab banjir dan lamanya genangan bukan hanya disebabkan oleh meluapnya air sungai, melainkan oleh kelebihan curah hujan dan fluktuasi muka air laut khususnya dataran aluvial pantai, unit-unit geomorfologi seperti daerah rawa, rawa belakang, dataran banjir, pertemuan sungai dengan dataran aluvial merupakan tempat-tempat yang rentan banjir.
Menurut Bakornas PB (2007) banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas normal, sehingga sistim pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta sistem saluran drainase dan kanal penampung banjir buatan yang ada tidak mampu menampung akumulasi air hujan tersebut sehingga meluap. Curah hujan yang tinggi dapat menimbulkan debit air sungai menjadi lebih besar dari kapasitas tampungnya sehingga terjadi limpasan dan genangan pada daerah dataran banjir (Nurhikmat, 1994). Kemampuan/daya tampung sistem pengaliran air dimaksud tidak selamanya sama, tetapi berubah akibat sedimentasi, penyempitan sungai akibat fenomena alam dan ulah manusia, tersumbat sampah serta hambatan lainnya. Penggundulan hutan di daerah tangkapan air hujan (catchment area) juga menyebabkan peningkatan debit banjir karena debit/pasokan air yang masuk ke dalam sistem aliran menjadi tinggi sehingga melampaui kapasitas pengaliran dan menjadi pemicu terjadinya erosi pada lahan curam yang menyebabkan terjadinya sedimentasi di sistem pengaliran air dan wadah air lainnya. Menurut Arsyad (2006), peranan tanaman penutup tanah menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air hujan dan mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan, sehingga mengurangi erosi dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah. Disamping itu berkurangnya daerah resapan air juga berkontribusi atas meningkatnya debit banjir. Pada daerah permukiman dimana telah padat dengan bangunan sehingga tingkat resapan air kedalam tanah berkurang, jika terjadi hujan dengan curah hujan yang tinggi sebagian besar air akan menjadi aliran air permukaan yang langsung masuk kedalam sistem pengaliran air sehingga kapasitasnya terlampaui dan mengakibatkan banjir (BAKORNAS PB, 2007).
Ancaman Bahaya Banjir
Pada umumnya banjir yang berupa genangan maupun banjir bandang bersifat merusak. Aliran arus air yang cepat dan bergolak (turbulent) meskipun tidak terlalu dalam dapat menghanyutkan manusia, hewan dan harta benda. Aliran air yang membawa material tanah yang halus akan mampu menyeret material yang lebih berat sehingga daya rusaknya akan semakin tinggi. Air banjir yang pekat ini akan mampu merusakan pondasi bangunan, pondasi jembatan dan lainnya yang dilewati sehingga menyebabkan kerusakan yang parah pada bangunan-bangunan tersebut, bahkan mampu merobohkan bangunan dan menghanyutkannya. Pada saat air banjir telah surut, material yang terbawa banjir akan diendapkan dan dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman, perumahan serta timbulnya wabah penyakit (BAKORNAS PB, 2007).
Banjir bandang (flash flood) biasanya terjadi pada aliran sungai yang kemiringan dasar sungainya curam. Aliran banjir yang tinggi dan sangat cepat, dapat mencapai ketinggian lebih dari 12 meter (banjir Bahorok, 2003) limpasannya dapat membawa batu besar/bongkahan dan pepohonan serta merusak/menghanyutkan apa saja yang dilewati namun cepat surut kembali. Banjir semacam ini dapat menyebabkan jatuhnya korban manusia (karena tidak sempat mengungsi) maupun kerugian harta benda yang besar dalam waktu yang singkat (BAKORNAS PB, 2007).
Kerugian akibat banjir pada umumnya relatif dan sulit diidentifikasi secara jelas, dimana terdiri dari kerugian banjir akibat banjir langsung, dan tak langsung:
Bencana banjir mengakibatkan kerugian berupa korban manusia dan harta benda, baik milik perorangan maupun milik umum yang dapat mengganggu dan bahkan melumpuhkan kegiatan sosial-ekonomi penduduk. Uraian rinci tentang korban manusia dan kerusakan pada harta benda dan prasarana umum diuraikan sebagai berikut (BAKORNAS PB, 2007):
1). Manusia
2). Prasarana Umum
3). Harta Benda Perorangan
Untuk negara tropis, berdasarkan sumber airnya, air yang berlebihan tersebut dapat dikategorikan dalam empat kategori (BAKORNAS PB, 2007):
Label: Banjir, Studi Bencana, Tanah-Lingkungan
BANJIR DAN ANCAMANNYA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
TERIMA KASIH TELAH MENGUNJUNGI BLOG INI
Silahkan tinggalkan komentar anda4 komentar tentang “BANJIR DAN ANCAMANNYA”
terimakasih, membantu sekali dalam penyusunan makalah adik teman.
this is blog education k'... lebih seru klo belajar lewat sini ... good job bang... suksez ki'..
Terimakasih informasinya gan, sangat membantu sekali....mantab
Aduqq Terpercaya
Poker Indonesia
Poker88
Agen Bola Euro 2020
Pokerace88
Agen Togel Online
Pokerace99
Selamat mencoba, semoga beruntung !
Posting Komentar