No Soil No Life...
Slogan ini merupakan mantra ilmiah yang memberitahukan dan menyadarkan kita tentang pentingnya tanah bagi kehidupan di bumi. Keberadaan tanah (soil) sebagai komponen alam memiliki banyak pengertian sesuai perspektif pemanfaatannya dalam berbagai bidang kehidupan. Seperti komponen alam lainnya, tanah berasal dan terbentuk sebagai akibat keteraturan sistem alam yang mempengaruhi kehidupan mahluk hidup, manusia, tumbuhan, dan hewan.
Para ilmuwan, khususnya yang bergelut di bidang ilmu kebumian memahami bahwa tanah merupakan benda alami yang berasal dari alam, terbentuk dari proses alam dan berkembang berdasarkan kondisi alam yang dipengaruhi faktor-faktor alam tertentu yang saling berinteraksi. Secara umum dan mendasar tanah berasal dari proses pelapukan batuan dan bahan alami lainnya (yang membentuk tanah mineral dan tanah organik) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor alam tertentu dalam skala waktu kehidupan di bumi. Berdasarkan dari sumber asalnya dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukannya, tulisan ini mencoba menelusuri keberadaan tanah berhubungan dengan keberadaan bumi di alam semesta. Mungkin agak ribet karena pendekatan ilmu lain selain ilmu tanah sangat di perlukan untuk melihat hubungan ini. Mari kita telusuri.
Tanah berasal dari batuan
Bumi sebagai suatu planet di alam semesta menurut para ilmuwan sekitar 4,5 milyar tahun yang lalu terbentuk oleh tabrakan tak lebih dari beberapa potong batuan angkasa yang sedang mengelilingi matahari. Secara sederhana kita dapat melihat hubungan antara keberadaan tanah yang berasal dari pelapukan batuan dimana juga bumi sebagai tempat keberadaannya (tanah) berasal dari batuan. Mungkin disebut berpikir pendek, jika memang tanah berasal dari pelapukan batuan sebagaimana pembentukan bumi dari batuan artinya tanah tidak hanya dapat ditemukan di bumi tetapi juga di planet lain yang juga terbentuk oleh batuan (agak membingungkan yah....). Tetapi kita menyadari bahwa bahwa batuan tidak melapuk atau menjadi tanah begitu saja tetapi di pengaruhi oleh berbagai faktor yang mungkin saja dapat terpenuhi di planet lain selain bumi. Adakah bumi lain (planet lain) di luar sana yang dapat memenuhi syarat pembentukan tanah? Ini permasalahan yang lebih khusus tentunya. Walaupun syarat tersebut terpenuhi masih akan menjadi pertanyaan, dapatkah manusia dan mahluk hidup lainnya menggunakan tanahnya dalam artian menghuni planet tersebut?
Keberadaan Bumi di alam semesta
Melihat keberadaan Bumi sebagai suatu planet kehidupan yang begitu unik dan kompleks di alam semesta menimbulkan berbagai pertanyaan dikalangan para ilmuwan. Seperti halnya yang dikemukakan pak Awang seorang pakar geologi Indonesia melalui tulisannya tentang “Teori Bumi Langka” atau Rare Earth yang juga merupakan isi dari film “BBC-Earth Power of The Planet, Episode Rare Earth” bahwa planet seperti bumi kita sebagai tempat hidup yang rumit mungkin saja sangat jarang. Sebagian besar Alam Semesta itu, termasuk sebagian besar galaksi Bima Sakti kita tidak dapat mendukung bentuk kehidupan yang kompleks (dead zones). Bagian galaksi yang bisa memunculkan kehidupan kompleks adalah galactic habitable zone. Zona kehidupan ini merupakan fungsi utama terhadap jarak dari pusat galaksi. Maka semakin jauh planet dari pusat galaksi akan semakin kecil kena hantaman benda langit berukuran besar. Sebuah impact yang cukup besar dapat memusnahkan kehidupan kompleks di planet. Tetapi akan kita lihat bahwa impact pun dibutuhkan sebagai pemicu evolusi kehidupan.
Kehidupan kompleks memerlukan air dalam keadaan cair seperti di lautan dan danau. Karenanya, planet harus berada pada jarak yang tepat dari bintangnya. Planet tidak boleh terlalu dekat atau terlalu jauh terhadap bintangnya. Jarak habitable zone ini pun berevolusi bergantung kepada tipe dan umur bintangnya. Syarat ini dipenuhi bumi dan matahari sebagai bintangnya.
Planet yang mendukung kehidupan kompleks pun harus mempunyai planet tetangganya yang lebih besar dan cukup jauh agar tak mengganggu gravitasinya, tetapi cukup dekat sebagai tameng untuk menarik benda langit yang akan menimbulkan impact terhadap planet pendukung kehidupan kompleks. Contoh ideal dalam hal ini adalah planet Yupiter tetangga jauh Bumi setelah Mars. Yupiter cukup jauh agar tak mengganggu gravitasi Bumi, tetapi ia masih relatif dekat untuk membuat benda langit (bolides) yang akan menabrak Bumi berbelok tertarik gravitasi Yupiter.
Planet pun tak boleh berukuran terlalu kecil sehingga gravitasinya tak dapat menahan atmosfer. Sebab bila tak ada atmosfer, temperatur akan sangat menurun dan tak akan ada lautan. Planet yang kecil pun cenderung punya variasi topografi yang ekstrem. Inti planet akan mendingin dengan segera, sehingga gerak fluida mantel dan tektonik lempeng tak akan bertahan lama atau bahkan tak bisa terjadi. Membandingkan Mars yang lebih kecil daripada Bumi dan berdasarkan tinggalan-tinggalan di permukaannya diyakini pernah ada air mengalir di Mars. Namun sekarang telah lenyap akibat gravitasinya tak bisa menahan atmosfernya dan intinya pun telah selesai bergerak, sehingga tak ada lagi gerak fluida di mantel dan tektonik lempeng di litosfer.
Planet dengan satelit yang besar (seperti Bumi dan Bulan) adalah juga suatu anomali di dalam rocky planets. Bandingkan bahwa Merkurius dan Venus yang sama-sama rocky planets seperti Bumi tak punya satelit, sementara Mars, rocky planet lain tetangga sebelah Bumi, punya satelit, tetapi jauh lebih kecil ukurannya dibandingkan Mars (satelit Phobos, mungkin ia hanya asteroid yang tertangkap gravitasi Mars). Bulan ini telah ikut menjaga stabilitas kemiringan Bumi agar tetap bersudut sekitar 23 ½ deg. Bumi tak boleh terlalu miring atau terlalu tegak sebab ini akan mengacaukan extreme seasonal variation yang tak akan menyebabkan stimulus evolusi sebab chaotic. Bulan pun menyebabkan efek pasang air laut di Bumi secara berkala yang sangat penting untuk evolusi spesies penghuni lautan berpindah ke daratan. Tanpa Bulan, pasang karena Matahari akan sangat lemah sehingga akan memperlambat sekali laju evolusi.
Bulan punya efek pasang atas kerak Bumi. Ini akan membantu gerakan tektonik lempeng. Bulan pun yang berasal dari Bumi menurut teori impact Theia telah memicu gerak tektonik lempeng dengan cara membuat inhomogenitas litosfer. Suatu dinamika mantel yang akan menggerakkan lempeng membutuhkan inhomogeitas litosfer. Bulan yang terlempar dari Bumi dalam peristiwa impact telah membuat seluruh litosfer di atas muka Bumi tidak disusun oleh kerak kontinen.
Planet pun untuk mendukung kehidupan yang kompleks harus mempunyai gerak tektonik lempeng. Sebab evolusi kehidupan banyak dipengaruhi oleh sebaran lautan dan benua di atas planet dan sebaran samudera serta benua seluruhnya diatur oleh tektonik lempeng. Untuk itu, suatu planet harus mempunyai komposisi kimia yang mengizinkan gerak tektonik lempeng, yaitu ia harus mempunyai energi peluruhan radioaktif di intinya yang akan menghasilkan panas yang akan menggerakkan mantel. Kerak benua planet pun harus granitik agar ia sebagai lempeng dapat terapung di atas batuan oseanik yang basaltik dengan densitas dan gravitasi yang lebih besar/berat. Subduksi dan pemekaran dasar samudera yaitu dua pendorong gerak lempeng melalui ridge puh di MOR (mid-oceanic ridge) dan slab pull di zona subduksi hanya akan terjadi oleh gerak pelumasan air, dan di planet yang punya air dalam bentuk cairan di samudera gerak tektonik lempeng terjadi dengan mudah, itulah Bumi.
Begitulah yang terjadi di Bumi, sehingga kehidupan kompleks dalam bentuk puncaknya yaitu manusia berteknologi bisa muncul - dibutuhkan sekian syarat astronomi dan geologi yang tak mudah dipenuhi di tempat lain. Itulah Rare Earth.
Majalah National Geographic edisi Desember 2009 memuat artikel berjudul “Mencari Bumi di Langit” (oleh Timothy Ferris, astronom) yang melaporkan bahwa sampai saat ini telah ditemukan planet sebanyak 370 buah di luar Tata Surya kita. Sebagian dari planet-planet itu berukuran hampir seperti Bumi tulisnya. Sekitar 20 tahun cahaya dari Bumi kita ada empat planet yang mengelilingi bintang bernama Gliese yang lebih redup daripada Matahari. Diyakini bahwa planet Gliese 581 e berbatu dan massanya dua kali Bumi, sementara planet Gliese 581 d mungkin dapat menyimpan air dalam bentuk cair.
Akankah ada kehidupan kompleks dan cerdas di sana, di planet Gliese 581 d? Kalau hanya mikroba atau protoplasma atau bahkan asam amino, itu tidak menarik sebab Bumi mengembangkan manusia cerdas, bukan hanya mikroba. Planet-planet tentu saja akan banyak di Alam Semesta ini dari milyaran galaksi yang ada. Tetapi planet yang dapat mendukung kehidupan kompleks seperti di Bumi, sama sekali bukan sesuatu yang mudah. Ada fungsi anomali astronomi, ada fungsi anomali geologi, dan yang beriman mengatakan ada Khalik yang menciptakan makhluk-makhluk itu.
Apakah tanah hanya ada di bumi?
Berdasarkan cerita dari pak Awang tentang planet bumi yang sulit ditemukan samanya digalaksi manapun, terutama keberadaan mahluk hidup cerdas bernama manusia, ditambahkan oleh film “BBC-Earth Power of The Planet, Episode Rare Earth” bahwa kehidupan sederhana seperti bakteri tipe serupa lumpur dapat ditemukan di kolam vulkanis panas mungkin saja umum ada di alam semesta tapi bagi kehidupan rumit untuk berkembang seperti tanaman dan binatang membutuhkan rangkaian kejadian yang luar biasa. Bagaimana dengan keberadaan tanah? (Kok belum bisa nyambung yah? Harus survey langsung ke luar angkasa kayaknya. Hehehe...)
Nantikan keberlanjutan tulisan ini. Seperti halnya pembentukan tanah yang dipengaruhi waktu, tulisan ini pun berlaku demikian. Sama seperti pembaca yang masih bingung, saya pun juga demikian. Namun tak menyurutkan keinginan kita untuk selalu mencari jawaban atas keraguan yang ada, karena pengetahuan berawal dari keraguan. Ayo belajar...Viva Soil...Soil Solid
Lanjutan ke bagian 2...
Sumber : Cerita Pak Awang (Geologist Indonesia) tentang “Kehidupan Alam Semesta” dan Film “BBC-Earth Power of The Planet, Episode Rare Earth”.
TANAH HANYA ADA DI BUMI? (Bagian 1)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
TERIMA KASIH TELAH MENGUNJUNGI BLOG INI
Silahkan tinggalkan komentar anda0 komentar tentang “TANAH HANYA ADA DI BUMI? (Bagian 1)”
Posting Komentar