Air merupakan sumber kehidupan yang dikaruniakan Tuhan kepada seluruh mahlukNya. Seperti komponen alam lainnya, air merupakan penyangga kehidupan. Berbagai berkah yang kita dapatkan dari dan melalui air. Air mengajarkan kita akan filosofi kehidupan sebagaimana yang termaktub dalam kitab-kitab Tuhan.
Kedudukan dan fungsi air di muka bumi akan selalu berganti-ganti sehingga membentuk suatu siklus yang dikenal sebagai siklus hidrologi. Sebagai proses alam, siklus ini akan menjaga keseimbangan kehidupan di bumi hingga saat manusia melakukan intervensi terhadapnya dan menjadikannya tak stabil. Bertambahnya jumlah manusia menyebabkan intervensi terhadap siklus hidrologi menjadi semakin besar. Pada akhirnya siklus hidrologi menjadi terganggu sehingga memunculkan bahaya yang berujung menjadi bencana banjir (flood disaster).
Di luar dari terganggunya siklus hidrologi akibat intervensi manusia, banjir hanyalah proses alam yang telah terjadi sejak masa lampau. Banjir dapat diartikan sebagai aliran air yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase atau sungai yang kemudian melimpah dan menimbulkan genangan melebihi jumlah normal yang disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dengan periode ulang tahun tertentu. Jadi pada tahun-tahun tertentu curah hujan yang tinggi dapat berulang dan terjadi pada wilayah-wilayah tertentu dan menimbulkan luapan air. Terjadinya banjir pada masa lampau memberikan bukti dengan adanya dataran banjir (flood plain) yang kini oleh manusia mempergunakannya untuk berbagai aktivitas. Dataran banjir merupakan daerah yang subur karena merupakan endapan material dengan unsur hara yang tinggi yang terangkut bersama limpasan air dari hulu. Selain itu proses alam ini berperan dalam proses evolusi dan suksesi mahluk hidup lainnya. Berdasarkan kejadiaanya secara alamiah, banjir hanyalah konotasi positif untuk memaknainya sebagai luapan air yang membawa berkah.
Dengan kondisi dan kenyataan yang kita hadapi sekarang, banjir merupakan ancaman bahaya bagi kehidupan manusia. Makna banjir sebagai proses alam bergeser ke arah negatif yaitu luapan air yang membawa musibah (bencana). Semua proses alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, longsor, dan lainnya pada hakekatnya adalah peristiwa alam yang menjaga kesimbangan bumi. Namun karena keberadaan manusia disekitarnya yang kemudian menimbulkan kerugian, baik harta benda maupun hilangnya nyawa, menjadikannya sebagai bencana. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan proses alam yang dapat menjadi bencana tanpa adanya pengaruh akibat intervensi manusia, sedangkan banjir kejadiannya diperparah akibat intervensi manusia. Banjir merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia yang beriklim tropis, terutama pada wilayah dengan kemiringan lereng landai atau dataran. Masalah tersebut mulai muncul sejak manusia bermukim dan melakukan berbagai kegiatan di daerah dataran banjir serta ekspansi lahan yang terjadi di daerah hulu. Pemanfaatan lahan yang hanya berorientasi pada fungsi produksi dan melupakan fungsi lingkungan mengakibatkan tempat-tempat tersebut langganan terhadap banjir. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan tingkat kebutuhan hidup yang tinggi cenderung mengeksploitasi lahan secara serampangan dengan menyisakan degradasi lahan yang memprihatinkan. Pembalakan hutan secara liar (deforestasi) pada wilayah hulu, penimbunan rawa (daerah resapan air) untuk pemukiman dan industri, dan penataan ruang dengan sistem drainase yang buruk merupakan beberapa penyebab terjadinya bencana banjir di kota-kota besar Indonesia. Diperparah lagi dengan sikap dan ketidakepedulian (ignorance) masyarakat terhadap lingkungannya yaitu membuang sampah yang tidak pada tempatnya. Kebanyakan kota atau daerah yang dilalui oleh sebuah sungai merupakan tempat strategis bagi masyarakat untuk membuang sampah karena dianggap efisien (mungkin tak memerlukan biaya) atau dibuang pada saluran-saluran air. Sudah menjadi pemandangan umum di daerah perkotaan, sungai dan saluran-saluran air yang tercemar dan menimbulkan bau oleh sampah yang menumpuk. Hal ini menyebabkan berkurangnya kapasitas badan sungai atau saluran air untuk menampung air, khususnya saat terjadi hujan sehingga menyebabkan banjir.
Kebanyakan kejadian banjir melalui luapan air sungai yang terjadi di daerah perkotaan sering menyalahkan daerah hulu (yang biasanya terpisah secara administrasi) sebagai penyebab banjir atau dikenal dengan istilah “banjir kiriman”. Tentunya keliru dengan menggunakan istilah tersebut tanpa memandang konsep kewilayahan secara utuh yang tak hanya berdasarkan batas administrasi atau keterpisahan fungsi ruang. Kita telah mengenal dan akrab dengan prinsip “air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah” dan istilah “air mengalir sampai jauh” dalam keseharian kita. Melalui prinsip dan istilah ini tentunya kita sadar bahwa suatu wilayah berhubungan erat secara ekologis, apalagi masing-masing wilayah berada pada satu sistem daerah aliran sungai (DAS) sehingga upaya untuk melakukan penanggulangan bencana banjir dapat dilakukan secara bersama-sama.
Telah banyak upaya penanggulangan bencana banjir dilakukan namun belum menampakkan hasil yang maksimal. Kebanyakan upaya dilakukan hanya mengacu kepada proses yang bersifat fisik, seperti menghitung peluang meningkatnya debit banjir, pemetaan zona rawan banjir, membuat bangunan pengendali banjir, dan lain sebagainya. Hal yang sering dilupakan adalah meningkatkan upaya penyelesaian terhadap faktor pemicu terjadinya banjir yang berhubungan dengan aktivitas manusia seperti deforestasi yang tiada henti-hentinya, pembukaan lahan di daerah resapan air, membuang sampah tidak pada tempatnya, dan sebagainya. Maka dari itu, sudah saatnya kita melakukan penanggulangan bencana banjir yang tak setengah hati dengan melihat semua hubungan-hubungan antara alam dan manusia. Selain itu upaya peningkatan kesadaran pribadi kita masing-masing dan masyarakat luas terhadap kelestarian lingkungan perlu dilakukan yang dapat dimulai dengan hal-hal yang kecil yaitu dengan memulai membuang sampah pada tempatnya.
“Alam mampu memenuhi semua kebutuhan manusia tapi tidak untuk kerakusannya” (M. Ghandi)
Label: Banjir, Studi Bencana
MEMAHAMI BANJIR
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
TERIMA KASIH TELAH MENGUNJUNGI BLOG INI
Silahkan tinggalkan komentar anda0 komentar tentang “MEMAHAMI BANJIR”
Posting Komentar