REMEDIASI TANAH TERCEMAR LOGAM BERAT

Oleh:
Dr. Ir. Untung Sudadi, M.Sc.
Bagian Kimia dan Kesuburan Tanah
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Fakultas Pertanian IPB


Tanpa intervensi manusia atau tindakan remediasi, proses reklamasi secara alami pada lokasi yang tercemar terjadi dengan laju yang sangat perlahan dan berlangsung selama ratusan tahun bahkan lebih. Sementara itu, lokasi yang tercemar tersebut tetap akan menjadi ancaman bagi kesehatan dan ekosistem (Vangronsveld & Cunningham 1998).

Teknik remediasi tanah tercemar yang paling sesuai untuk suatu lokasi bersifat spesifik terhadap jenis bahan pencemar dan lokasinya. Banyak teknik remediasi tanah tercemar oleh pencemar organik yang dapat diterapkan (misalnya teknik volatilisasi, biodegradasi, dll.), namun tidak banyak pilihan untuk pencemar logam berat karena sifatnya yang tak-terdegradasikan dan relatif imobil. Remediasi tanah tercemar ringan oleh logam berat di kawasan perdesaan juga berbeda dengan yang diterapkan untuk lahan pertanian, kawasan perkotaan atau padat penduduk, kawasan industri ataupun kawasan penambangan dan pe-leburan bijih logam yang tercemar berat.

Remediasi tanah tercemar berat oleh logam berat umumnya membutuhkan biaya mahal. Metode-metode yang diterapkan terutama berbasis teknik rekayasa sipil yang antara lain meliputi pekerjaan ekskavasi terhadap lapisan tanah yang tercemar (excavation) untuk di-timbun (landfilling) di fasilitas pembuangan limbah berbahaya, berbau dan beracun (B3), penimbunan kembali dengan tanah bebas kontaminasi (backfilling) dari lokasi lain dan di-lanjutkan dengan revegetasi. Biaya penerapan teknik excavation-landfilling-backfilling seperti ini di Amerika Serikat untuk tanah sedalam 60 cm mencapai US$ 730 m-2 (Berti & Cunningham 1997). Untuk mereklamasi lokasi ke kondisi yang sehat, dengan demikian, masih diperlukan lagi upaya, waktu dan biaya tambahan. Oleh karena itu, tersedianya me-tode remediasi yang praktis, murah dan tetap efektif dalam melindungi kesehatan dan ling-kungan merupakan alternatif yang berharga.

Salah satu metode alternatif remediasi tanah tercemar logam berat yang semakin mendapat perhatian komunitas ilmuwan dan praktisi remediasi terutama sejak tahun 1990an hingga sekarang adalah teknik in-situ inactivation (Vangronsveld & Cunningham 1998). Metode ini merujuk pada penggunaan amelioran untuk mengubah secara in situ bentuk fisiko-kimia logam berat pada fase larutan dan padatan tanah yang mudah larut menjadi fase padatan yang secara geokimia lebih stabil, sehingga menurunkan dampak negatifnya terhadap sumberdaya alam dan lingkungan. Tindakan ameliorasi dapat meningkatkan proses-proses biogeokimia yang secara efektif dapat menginaktivasi fraksi aktif logam berat pada tanah tercemar. Selain itu, aplikasi beragam amelioran dapat meningkatkan pertumbuhan vegetasi, mempertahankan populasi dan keragaman mikrob, serta menurunkan pengalihan logam berat ke air tanah (Adriano et al. 2004).

Pengujian efektivitas teknik inaktivasi in situ dapat didasarkan pada metode kimia (misal-nya ekstraksi kimia secara selektif atau sekuensial dan adsorpsi-desorpsi) dan metode bi-ologi (misalnya pertumbuhan, produksi biomassa dan metabolisme tanaman, uji ekotoksi-kologi dan populasi mikrob) atau kombinasi keduanya (Boularbah et al. 1996). Analisis datanya dapat didasarkan pada perubahan sifat tanah (seperti kapasitas adsorpsi, kadar total atau kadar fraksi logam berat terekstrak) dan parameter tanaman (seperti bobot biomassa dan kadar logam berat dalam jaringan tanaman) vs jumlah amelioran yang diaplikasikan (Vangronsveld & Cunningham 1998).

Amelioran yang telah diuji efektivitasnya untuk meremediasi pencemaran logam berat da-lam tanah dengan teknik inaktivasi in situ antara lain bahan alkalin, bahan mineral fosfat, hidroksida Fe dan Mn, zeolit dan bahan organik. Termasuk dalam kelompok amelioran ini adalah biosolids yang banyak mengandung bahan organik, hidroksida logam seperti Fe dan Mn serta bahan alkalin.

Bahan alkalin seperti kalsit [CaCO3] dan dolomit [Ca.MgCO3] mengikat H+ yang tersorpsi pada tapak ikatan di permukaan koloid tanah. Tapak yang terbebaskan selanjutnya tersedia bagi sorpsi kation logam berat. Selain meningkatkan pH, aplikasi bahan alkalin juga men-dorong terjadinya reaksi hidrolisis dan kopresipitasi logam dengan karbonat. Namun, penggunaan bahan alkalin hanya efektif dalam jangka pendek, sehingga diperlukan aplikasi berulang untuk mempertahankan logam dalam kondisi inaktif (Pierzynski & Schwab 1993).

Aplikasi TSP dapat menginaktivasi Pb melalui mekanisme pelarutan P dari TSP diikuti pengendapan mineral seperti pyromorphite dalam tanah (Ma et al. 1995). Bahan mineral fosfat seperti hidroksiapatit dan batuan fosfat memiliki potensi dalam menginaktivasi ka-tion logam berat terutama melalui reaksi kopresipitasi. Dalam hal Pb, yang utama adalah pembentukan hydroxy-pyromorphite [Pb5(PO4)3OH] dengan mekanisme utama adsorpsi dan pengompleksan permukaan serta kopresipitasi (Hettiarachchi et al. 2001; Ma 1996). Dalam hal sorpsi Cd pada permukaan hidroksiapatit, mekanisme pertukaran ion dan difusi padatan juga terlibat (Xu & Schwartz 1994).

Hidroksida Mn berperan penting dalam proses adsorpsi dan redoks dalam tanah, sehingga berinteraksi dengan logam berat (Alloway 1995b; Kabata-Pendias & Pendias 2001). Grup birnessite (Na4Mn14O27.9H2O), dicirikan oleh valensi Mn yang beragam dan struktur yang tak teratur, merupakan mineral hidroksida Mn yang paling banyak dijumpai dalam tanah. Logam berat seperti Cd dan Pb membentuk kompleks permukaan inner-sphere dengan birnessite. Pada laju sorpsi yang masih rendah, sorpsi birnessite terhadap kation logam berat terutama terjadi pada batas lapisan melalui mekanisme ujung kristal mineral dengan permukaan oktahedra MnO6.

Oksida Fe merupakan sorbent penting bagi logam berat karena dapat mengadsorpsi ion logam berat dalam larutan dan menjeratnya (Kabata-Pendias & Pendias 2001) melalui reaksi-reaksi yang berkenaan dengan proses dekomposisi, koagulasi dan penataan-kembali adsorbent serta penetrasi ion ke dalam kisi-kisi kristal melalui mekanisme pertukaran dengan komponen kisi-kisi kristal di dekat permukaan mineral (Mench et al. 1998). Misalnya, Cd dan Pb dapat diadsorpsi melalui mekanisme ikatan kimia oleh oktahedra Fe-hidroksida.

Hasil percobaan Sappin-Didier (1997) menunjukkan bahwa kadar fraksi terlarut, dapat ditukar dengan Ca(NO3)2 dan terekstrak EDTA dari Cd, Ni dan Zn dari dua tanah tercemar menurun dengan aplikasi tunggal 1% Fe-hidroksida, namun penurunannya lebih rendah daripada menggunakan Mn-hidroksida dan penggunaan Fe-hidroksida tidak secara umum menurunkan kadar ketiga logam berat tersebut dalam tajuk tanaman uji ryegrass dan tembakau.

Ameliorasi menggunakan zeolit alam maupun sintetis dapat menurunkan serapan tanaman terhadap Cu, Cd, Pb dan Zn (Gworek 1992; Moirou et al. 2001; Oste et al. 2002). Struktur kristal tiga dimensinya yang tak terbatas memungkinkan zeolit memiliki kapasitas pertukaran kation yang besar. Kapasitas ini berasal dari substitusi Al3+ untuk Si4+ pada tetrahedra Si yang menghasilkan tapak tetap bermuatan negatif di seluruh struktur kristalnya. Muatan negatif tersebut diseimbangkan oleh sejumlah ekuivalen kation mobil yang terikat lemah pada struktur kristal dan bersifat bebas untuk dipertukarkan dengan berbagai kation lainnya di larutan. Zeolit juga memiliki karakteristik sebagai penyaring ion. Struktur dalam kristalnya tersusun oleh serangkaian channels dan cages dengan dimensi spesifik yang saling berhubungan sehingga secara selektif dapat menjebak atau menyaring ion bergantung pada ukurannya.

Aplikasi 10% w/w zeolit alam clinoptilolite menurunkan kelarutan Cd (32%) dan Pb (38%) pada tanah tercemar bekas lahan tambang (Moirou et al. 2001). Penggunaan zeolit sintetis (mordenite, faujasite, zeolit X, zeolit P, zeolit A) dan zeolit alam clinoptilolite menurunkan kadar Cd dan Zn tanah dan jaringan tanaman (Oste et al. 2002).

Aplikasi bahan organik akan mengubah spesiasi logam berat dalam larutan tanah dari ionik ke bentuk-bentuk terkompleks, sehingga serapan logam berat oleh akar dan perpindahan-nya ke bagian atas tanaman menurun. Dengan demikian, fitotoksisitas dan akumulasi logam berat ke rantai makanan yang lebih tinggi juga menurun (Mench et al. 1998).

Inaktivasi In Situ Pencemaran Logam Berat dalam Tanah
Keberadaan logam berat seperti Cd, Cu, Pb dan Zn di atmosfer, tanah dan air dapat mengganggu kehidupan semua organisme. Dalam aktivitas produksi pertanian, kepedulian terhadap hal ini berkenaan dengan dampak negatifnya terhadap pertumbuhan tanaman, keamanan, kualitas dan pemasaran produk pangan serta kelestarian fungsi lingkungan lainnya (Islam et al. 2007).

Bioakumulasi logam berat dalam rantai makanan juga berbahaya bagi kesehatan. Proses pendedahannya terutama melalui jalur pencernaan (termakan) dan pernafasan (terhirup). Untuk Pb, Cd dan Hg, hampir separo dari rataan kadar yang terpapar ke tubuh manusia terjadi melalui jalur pencernaan dan berasal dari produk tanaman [buah, sayuran dan biji-bijian] (Islam et al. 2007).

Oleh karena tidak memerlukan pekerjaan ekskavasi, metode inaktivasi in situ sesuai untuk diterapkan di tanah pertanian, antara lain karena: (1) proses inaktivasi yang efektif dalam jangka panjang akan menurunkan kadar fraksi aktif, laju pencucian dan perkolasi logam berat ke air tanah dan perpindahannya ke rantai makanan berikutnya, (2) selanjutnya, pertumbuhan tanaman yang lebih sehat juga akan menstabilkan sifat fisik tanah, dan (3) selain murah, biaya yang diperlukan di Amerika Serikat sekitar US$ 0.02-1.00 m-3 per tahun (Mench et al. 1994), metode ini juga tidak destruktif karena tidak merusak bahan organik, mikrob dan struktur tanah, sehingga dampak negatifnya minimal. Metode ini juga sesuai untuk lokasi dimana teknik excavation-landfilling-backfilling dan stabilisasi menggunakan bahan seperti semen, aspal, lapisan liat (geo-textile) dan kombinasinya tidak efisien untuk diterapkan. Namun, metode ini tidak efektif untuk lokasi yang tanahnya dicirikan oleh kondisi pH, struktur, salinitas, kadar logam berat dan bahan toksik lainnya yang sangat tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman (Vangronsveld & Cunningham 1998).

Aplikasi tiga jenis biosolids yang berbeda dalam hal kadar fraksi Fe dan Mn serta bahan organiknya dengan dosis 112-448 Mg.ha-1 pada tanah tercemar Cd terbukti efektif dalam meningkatkan sorpsi Cd sehingga menurunkan kelarutan atau kadar fraksi aktifnya dalam larutan tanah (Hettiarachchi et al. 2003). Melalui percobaan pencucian, Calace et al. (2005) mendapatkan penurunan kadar fraksi aktif logam berat Cd, Cu, Mn, Ni, Pb dan Zn dari tanah yang tercemar dengan mengaplikasikan biosolids dari industri bubur kertas yang banyak mengandung bahan organik, karbonat dan silikat.

Aplikasi beragam amelioran fosfat dapat menginaktivasi Pb dalam tanah tercemar secara in situ sebagai mineral Pb-P yang tidak larut, terutama pyromorphite [Pb5(PO4)3Cl,OH,F] (Ma 1996). Dilaporkan oleh Scheckel & Ryan (2004) bahwa ameliorasi 1% asam fosfat dengan masa inkubasi 32 bulan meningkatkan pembentukan piromorfit dari 0% pada tanah kontrol menjadi 45% dari kadar total Pb. Aplikasi kombinasi amelioran Mn+P lebih efektif dalam menurunkan kadar Pb tanah dibandingkan hanya Mn atau P (Hettiarachchi et al. 2000). Kadar Pb pada beberapa tanah tercemar juga menurun dengan ameliorasi bahan yang banyak mengandung Fe (Berti & Cunningham 1997).

Ameliorasi bahan organik terbukti dapat menginaktivasi Pb secara in situ melalui pemben-tukan kompleks tak-larut antara Pb tanah dengan asam-asam organik berbobot molekul tinggi yaitu asam humik dan fulvik (Strawn & Sparks 2000; Geebelen et al. 2002; Brown et al. 2004). Aplikasi biosolids atau kompos biosolids, yang banyak mengandung bahan organik, Fe, P dan Mn, dilaporkan efektif dalam menurunkan kadar fraksi aktif Pb tanah. Dengan dosis 100 g.kg-1 tanah atau 200 ton.ha-1, ameliorasi biosolids pada tanah perkotaan tercemar Pb dengan kadar total 2,000 mg.kg-1 menurunkan kadar fraksi aktif Pb tanah hingga 20-43% (Brown et al. 2004). Sebaliknya, pembentukan asam-asam organik dengan bobot molekul rendah hasil degradasi bahan organik dapat meningkatkan kelarutan Pb tanah (Jin et al. 2005).

Hasil percobaan inaktivasi Pb secara in situ pada 10 tanah tercemar Pb dari berbagai sumber pencemar berbeda menggunakan kalsit, campuran abu siklon dan terak baja (AS+TB) serta batuan fosfat menunjukkan bahwa aplikasi kalsit dan AS+TB lebih efektif dalam menurunkan serapan Pb oleh tanaman uji daripada batuan fosfat (Geebelen et al. 2003). Dalam percobaan ini, serapan Pb berkorelasi positif dengan kadar fraksi Pb tanah yang terlarut dan dapat dipertukarkan terekstrak ekstraktan CaCl2.


Share/Bookmark

TERIMA KASIH TELAH MENGUNJUNGI BLOG INI

Silahkan tinggalkan komentar anda

1 komentar tentang “REMEDIASI TANAH TERCEMAR LOGAM BERAT”

HANS FODHI mengatakan...

thankss membantu bnget

Posting Komentar